Bayangkan dunia di ambang kekacauan. Pada 13 Juni 2025, langit Timur Tengah bergemuruh ketika Israel melancarkan "Operation Rising Lion," serangan udara dahsyat terhadap fasilitas nuklir Iran di Tabriz, Shiraz, Natanz, dan Isfahan. Iran membalas dengan "True Promise III," meluncurkan lebih dari 100 rudal ke Tel Aviv, memicu ketegangan global yang belum pernah terlihat sejak Perang Dingin. Dunia meng屏住呼吸,menanti apakah ini hanya konflik regional atau awal dari Perang Dunia Ketiga. Namun, di balik geopolitik yang panas, ada pertanyaan yang menggelitik: apakah perang ini sekadar pertarungan kekuatan, atau cerminan dari ramalan kuno tentang akhir zaman?
Benturan Peradaban: Visi Huntington Terwujud?
Di tahun 1996, Samuel P. Huntington mengguncang dunia akademik dengan bukunya The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order. Ia meramalkan bahwa konflik global di era pasca-Perang Dingin tidak lagi tentang ideologi, melainkan peradaban—khususnya antara Barat dan Islam. Israel, sebagai sekutu utama Amerika Serikat, sering dilihat sebagai perwakilan peradaban Barat di Timur Tengah. Sebaliknya, Iran, dengan Republik Islam Syiahnya, memposisikan diri sebagai benteng peradaban Islam, menentang apa yang mereka sebut "imperialisme Zionis."
Perang Israel-Iran 2025 seolah menjadi babak baru dari skenario Huntington. Serangan Israel yang menewaskan petinggi IRGC seperti Hossein Salami dan Mohammad Bagheri, serta balasan Iran yang menargetkan Tel Aviv, memperlihatkan polarisasi tajam. Keterlibatan aktor lain, seperti Hizbullah yang menolak netralitas di Lebanon dan peringatan Rusia kepada AS untuk tidak campur tangan, mencerminkan apa yang Huntington sebut "garis persinggungan perang" (*fault-line wars*). Konflik lokal ini berpotensi menyeret kekuatan besar, seperti AS dan Rusia, ke dalam pusaran perang antar-peradaban.
Namun, Huntington tak luput dari kritik. Konflik ini bukan hanya soal peradaban, tetapi juga ambisi geopolitik: Iran ingin dominasi regional, sementara Israel berupaya mencegah ancaman nuklir. Faktor ekonomi, seperti kenaikan harga minyak akibat gangguan di Teluk Persia, juga memperumit narasi. Meski begitu, narasi Barat vs. Islam yang digaungkan kedua belah pihak—Israel menyebut Iran "ancaman eksistensial," Iran menuduh Israel sebagai "antek Zionis"—membuat tesis Huntington terasa relevan.
Tanda-Tanda Kiamat: Ramalan Kitab Klasik Islam
Beralih dari teori politik ke ranah spiritual, perang Israel-Iran juga memicu diskusi tentang eskatologi Islam—ilmu tentang akhir zaman. Dalam tradisi Islam, tanda-tanda kiamat terbagi menjadi tanda kecil (kerusakan moral, bencana alam) dan tanda besar (kemunculan Dajjal, Imam Mahdi, Nabi Isa). Beberapa hadis dan kitab klasik menyebut perang besar di Syam (Suriah, Palestina, Lebanon) sebagai bagian dari tanda-tanda ini. Apakah perang ini bagian dari ramalan kuno itu? Mari kita selami.
1. Hadis tentang Al-Malhamah Al-Kubra
Salah satu ramalan paling terkenal adalah Al-Malhamah Al-Kubra, perang besar di Syam yang disebutkan dalam Sahih Muslim (Kitab Al-Fitan, Hadis 2897). Berikut teks Arabnya:
عن حذيفة بن أسيد الغفاري قال: اطلع النبي صلى الله عليه وسلم علينا ونحن نتذاكر فقال: ما تذاكرون؟ قالوا: نذكر الساعة. قال: إنها لن تقوم حتى ترون قبلها عشر آيات... وستكون ملحمة كبرى بدمشق، فإذا وقعت فلا يبقى مسلم إلا انضم إليها.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda… dan akan terjadi Al-Malhamah Al-Kubra di Damaskus. Ketika itu terjadi, tidak ada Muslim yang tidak bergabung dalam perang tersebut.”
Konflik Israel-Iran, yang melibatkan Suriah (di mana Iran mendukung Assad dan Israel menyerang target Iran), terasa dekat dengan ramalan ini. Namun, ulama seperti Buya Yahya menegaskan bahwa *Al-Malhamah Al-Kubra* melibatkan senjata tradisional (pedang, tombak) dan dipimpin Imam Mahdi, yang belum muncul. Jadi, perang ini mungkin hanya pendahuluan.
2. Hadis Perang dengan Yahudi
Hadis lain yang sering dikutip adalah dari Sahih Al-Bukhari (Kitab Jihad, Hadis 2926) dan Sahih Muslim:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا تقوم الساعة حتى يقاتل المسلمون اليهود، فيقتلهم المسلمون، حتى يختبئ اليهودي من وراء الحجر والشجر، فيقول الحجر والشجر: يا مسلم، يا عبد الله، هذا يهودي ورائي، فتعال فاقتله، إلا الغرقد، فإنه من شجر اليهود.
Rasulullah SAW bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga Muslimin berperang melawan Yahudi… hingga batu dan pohon berkata, ‘Wahai Muslim, ada Yahudi di belakangku, bunuh dia,’ kecuali pohon Gharqad.”
Iran memandang Israel sebagai entitas Zionis, dan perang ini—dengan serangan rudal ke Tel Aviv—menggema narasi hadis ini. Namun, hadis ini menggambarkan perang yang dipimpin Imam Mahdi, sehingga banyak ulama menilai konflik saat ini belum memenuhi syarat.
3. Kitab Al-Fitan karya Nu’aim bin Hammad
Kitab klasik Kitab Al-Fitan (w. 228 H) menyebutkan perang besar di Syam sebagai tanda kiamat. Salah satu riwayatnya:
عن أبي قبيل قال: ستكون فتنة عظيمة تجمع الناس من المشرق والمغرب، وتكون الملحمة الكبرى بأرض الشام، ويكون فيها قتل عظيم
“Akan terjadi fitnah besar yang mengumpulkan manusia dari timur dan barat, dan Al-Malhamah Al-Kubra akan terjadi di Syam, dengan pembunuhan besar-besaran.”
Lokasi Syam (Suriah, Lebanon, Palestina) selaras dengan konflik saat ini, terutama dengan keterlibatan Hizbullah di Lebanon. Namun, skala perang yang digambarkan jauh lebih besar, dan ketiadaan tanda-tanda besar seperti Dajjal membuat interpretasi ini spekulatif.
4. Perspektif Syiah: Iran dan Imam Mahdi
Dalam eskatologi Syiah, khususnya mazhab Twelver, hancurnya Israel dianggap syarat kemunculan Imam Mahdi. Jurnal The Eschatological Vision Behind Iran’s Hatred of Israel (4timorr.org, 2024) menjelaskan bahwa Iran melihat dirinya sebagai “pelopor Mahdi,” dengan IRGC sebagai pasukan yang mempersiapkan kekacauan global. Ayatollah Khomeini pernah menyebut Iran sebagai “benteng terakhir menuju Mahdi” (Taheri, 2009). Program nuklir Iran, yang pada 2025 memiliki uranium untuk 15 senjata nuklir, dianggap alat untuk mempercepat chaos ini (Khalaji, 2009).
Sebaliknya, eskatologi Sunni—yang mewakili 87-90% umat Islam—lebih berfokus pada tanda-tanda universal seperti Dajjal dan perang di Syam, tanpa menekankan Mahdi seperti Syiah. Jurnal Apocalypse in Islam oleh Jean-Pierre Filiu (2011) mencatat bahwa konflik Israel-Hizbullah 2006 juga dianggap eskatologis oleh Syiah, tetapi Sunni lebih hati-hati dalam interpretasi.
Jembatan Antara Huntington dan Eskatologi Islam
Menariknya, tesis Huntington dan ramalan Islam memiliki titik temu: keduanya melihat konflik besar sebagai puncak perbedaan identitas. Huntington menyebutnya “peradaban,” Islam menyebutnya “fitnah akhir zaman.” Perang Israel-Iran menggambarkan keduanya. Dari lensa Huntington, ini adalah bentrokan Barat (Israel-AS) vs. Islam (Iran-Hizbullah). Dari eskatologi Islam, ini mungkin pendahuluan perang melawan Yahudi atau Al-Malhamah Al-Kubra.
Namun, ada perbedaan krusial. Huntington berfokus pada dinamika politik dan budaya, sementara eskatologi Islam bersifat teologis, dengan tanda-tanda seperti Dajjal yang belum terlihat. Ulama seperti Buya Yahya menegaskan bahwa menghubungkan perang ini dengan kiamat harus hati-hati, karena spekulasi berlebihan bisa menyesatkan.
Implikasi Global: Menuju Perang Dunia Ketiga?
Perang ini bukan sekadar konflik regional. Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, pada 19 Juni 2025, memperingatkan bahwa dunia di ambang “malapetaka” jika konflik ini meluas. Presiden RI Prabowo Subianto juga menyebut eskalasi AS-Iran bisa memicu Perang Dunia Ketiga. Rusia, yang mendukung Iran, dan AS, yang berada di belakang Israel, menambah ketegangan. Dampak ekonomi, seperti lonjakan harga minyak, telah memukul ekonomi global, seperti dilaporkan BBC pada 16 Juni 2025.
Dari perspektif eskatologi, jurnal *The Israel-Iran Conflict: A Ticking Eschatological Time Bomb* (globalnexter.com, 16 Juni 2025) menyebut konflik ini sebagai “bom waktu teologis,” dengan potensi memicu chaos yang diramalkan Syiah. X post dari @Israel (14 Juni 2025) menyatakan, “Kami bertindak sebelum Iran jadi ancaman nuklir,” sementara @J_J_Schroeder (15 Juni 2025) menyoroti kehancuran fasilitas Iran.
Refleksi: Apa Artinya Bagi Kita?
Perang Israel-Iran 2025 adalah cermin dari dunia yang terpecah—antara Barat dan Islam, antara geopolitik dan teologi. Tesis Huntington mengingatkan kita pada bahaya polarisasi identitas, sementara hadis Nabi mengajak kita merenungkan makna akhir zaman. Apakah ini tanda kiamat? Mungkin belum, tapi perang ini adalah panggilan untuk umat manusia—khususnya umat Islam—untuk memperkuat iman, menjaga perdamaian, dan menghindari fitnah.
Referensi:
- Huntington, Samuel P. The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996).
- Sahih Muslim, Kitab Al-Fitan, Hadis 2897 & 2922.
- Sahih Al-Bukhari, Kitab Jihad, Hadis 2926.
- Kitab Al-Fitan karya Nu’aim bin Hammad (w. 228 H).
- Filiu, Jean-Pierre. Apocalypse in Islam (University of California Press, 2011).
- “The Eschatological Vision Behind Iran’s Hatred of Israel: A Shia Messianic War,” 4timorr.org, 2024.
- “The Israel-Iran Conflict: A Ticking Eschatological Time Bomb,” globalnexter.com, 16 Juni 2025.
- BBC News Indonesia, “Iran-Israel: Apa Skenario Terburuk Jika Pertikaian Memanas?” 16 Juni 2025.
- X Post @Israel, 14 Juni 2025.
- X Post @J_J_Schroeder, 15 Juni 2025.
Catatan: Artikel ini untuk refleksi dan diskusi. Verifikasi informasi dari sumber terpercaya dan dukung perdamaian global.
Posting Komentar