Tahun ke-9 Hijriyah menjadi saksi atas ekspedisi terjauh dalam sejarah kenabian: Perang Tabuk. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengumumkan keberangkatan kaum Muslim menuju perbatasan Romawi dalam panas menyengat dan jarak ribuan kilometer. Tak seperti biasanya, beliau menyebutkan tujuan secara terbuka.
Persiapan digalakkan. Sahabat kaya seperti ‘Utsman bin ‘Affan menyiapkan ratusan unta. Kaum miskin menangis karena tak sanggup membiayai perbekalan. Namun di balik semangat itu, terdapat mereka yang diam-diam menyusupkan keraguan.
“Jangan ikut, itu terlalu berat.”
“Romawi terlalu kuat, kamu akan mati sia-sia.”
Mereka dikenal dalam Al-Qur’an sebagai:
قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الْمُعَوِّقِينَ مِنكُمْ
"Sungguh Allah mengetahui orang-orang yang menghalangi (dari jihad) di antara kalian."
(QS. Al-Aḥzāb: 18)
Mereka adalah al-mu‘awwiqūn: penghalang jalan. Bukan dengan pedang, tapi dengan kata-kata yang membuat semangat gugur sebelum berangkat. Sahabat Ka‘ab bin Malik pun terpengaruh, hingga ia tidak jadi berangkat. Dalam hadits panjang tentang taubatnya (HR. Bukhari), ia berkata:
"Setiap kali aku berniat, aku tertunda. Sampai akhirnya pasukan berangkat dan aku tidak bisa menyusul."
Demotivator adalah orang yang tidak hanya tidak berbuat, tapi juga menghalangi orang lain untuk berbuat. Dalam bahasa Arab klasik, ia disebut:
- المثبط (al-mutsabbit): yang melemahkan.
- المعوق (al-mu‘awwiq): yang menghalangi jalannya kebaikan.
Mereka bukan pembenci terang-terangan. Mereka kadang teman, keluarga, bahkan guru. Namun kata-kata mereka meruntuhkan niat, membuat amal berhenti sebelum lahir.
Imam al-Qurṭubī menyebut mereka sebagai bagian dari ciri kemunafikan:
المعوقون هم المنافقون يثبطون الناس عن الخير ويشوهونه
"Para penghalang itu adalah orang-orang munafik. Mereka melemahkan semangat orang menuju kebaikan dan menjelekkan amal itu."
(Tafsīr al-Qurṭubī, QS. Al-Aḥzāb: 18)
Ciri-ciri mereka mudah dikenali:
- Penuh kritik, tanpa solusi.
- Menyeret semangat orang ke tanah, dengan alasan realitas.
- Memperbesar masalah, mengecilkan hasil.
- Selalu merasa benar, tanpa kontribusi nyata.
Di media sosial, mereka hadir dalam bentuk komentar seperti: "Buat apa belajar Arab? Nggak bikin kaya." atau "Nggak usah dakwah, diri sendiri aja belum bener."
Psikologi menyebut ini sebagai mekanisme pertahanan ego. Mereka yang pernah gagal, atau tidak sanggup berjuang, memilih menyeret orang lain agar jatuh bersama. Di antara penyebab utamanya:
- Luka masa lalu: pengalaman gagal yang belum sembuh.
- Rasa iri: tak rela orang lain berhasil.
- Ketidaktahuan terhadap sunatullah: mengira bahwa amal baik harus selalu sukses.
- Rasa inferior: merasa tak mampu, lalu menyabotase yang mampu.
Menurut teori Self-Determination oleh Deci & Ryan (2000), seseorang membutuhkan 3 hal untuk tetap termotivasi:
1. Rasa mampu (competence)
2. Rasa terhubung (relatedness)
3. Rasa memiliki kendali (autonomy)
Demotivator merusak ketiganya.
Posting Komentar